Situ Lembang (kronologis)

Hari minggu (11/05/08), saya diajak tracking ke Situ Lembang via jalur CIC (Ciwangun Indah Camp) oleh Mahanagari tepatnya oleh Ulukulu. Kami, ber 10,5 11 , yaitu Ulu, Benben, Teh Fanny dan Samsam (anaknya Benben dan Teh Fanny berusia 3,5 tahun dihitung 0,5), Pak T. Bachtiar, iJus, Defa, dan saya dan anak2 Greeners yaitu Ella, Domdom dan Dody.


Keterangan:
Ini foto dr kameranya Benben
Ki-ka (Tika, Dom, Ulu, Ella, Samsam, Dody, Deni, Ijus, Teh Fanny, Pak Bah)
Benben yang motoin.


Acara hiking itu mengambil rute Ciwangun melewati curug tilu dan menyebrangi curug putri layung. Selanjutnya, menyusuri hutan pinus dan jalan Komando. Jalannya naik turun mengikuti kontur bukit sepanjang jalan. Jalannya bervariasi, dari mulai jalan tanah curam dan datar, menyebrangi aliran air hingga jalan berbatu.
Perjalanan menuju situ lembang ditempuh sekitar 5 jam. Cukup lama karena Pak Bachtiar memberikan kuliah sepanjang jalan, hehe. Asyik banget. Setiap ada objek yang menarik Pak Bachtiar menjelaskan panjang lebar bahkan sampai digambar. Tentu saja materinya seputar sejarah geologi dan geografi Bandung purba, pembentukan batuan, lava, lahar, kaldera, air terjun, air, tanah longsor, hutan pinus, hutan industri.. Kereen dah.
Pak Bachtiar adalah Ketua Masyarakat Geografi Indonesia, penulis buku Bandung Purba, dosen, kakak angkatan nya bi pipit dan temen SPGnya bi jenar -keduanya adik ibu saya- dan bapaknya Djati temen EF saya. *Hehehe, selalu ada yang gak penting si teeka mah* Maksudnya menunjukkan bahwa dunia ini memang selebar daun kelor.
Daaan, yang lebih keren lagi tentu Samsam. Jagoan cilik yang sekitar 4 jam jalan kaki sendiri. Sekitar jam 1 siang Samsam digendong papanya untuk tidur siang, tapi sip banget stamina Sam untuk ukuran anak 4 tahun.


Di situ Lembang, kami istirahat kurang lebih satu jam dan tentu saja foto-foto. Ada acara botram yang menyenangkan bagi yang membawa bekal nasi. Ya nggak bawa bekal *lirik Ella, Domdom, Dodi* ya masak roti bakar dan mie di situ, hihihi. PA sejati mereka mah.

Perjalanan pulang kami melewati track yang berbeda. Hari itu sudah sore. Dan benar saudara, kami kemaleman di jalan. Tanpa senter memadai. Ada sekitar 4 senter kecil yang sinarnya setitik. Tidak ada rencana sampai malem, di smsnya ulu hanya bilang all day dari pagi sampai sore :D.

Perjalanan pulang ini yang benar-benar terasa bertualang. Secara, saya mah belom pernah berjalan di hutan malam hari tanpa senter pula.

*Romantic mode on*
Tahu apa yang paling menyenangkan? Pengalaman dekat dengan alam. Aku berjalan di antara pohon-pohon dan semak hutan dalam minimnya cahaya. Jelas sekali perbedaannya saat cahaya bulan sabit sanggup menerobos kegelapan dan menjadi penerang langkahku. Dari rumah, biasanya hanya sedikit bintang yang terlihat. Polusi, asap atau mendung menghalangi pandanganku. Tapi di situ, dengan menengadah, kulihat banyak bintang. Tak sanggup kuhitung. Dan aku juga mencoba menikmati suara-suara hewan- yang entah apa jenisnya- sepanjang perjalanan. Selain itu, pada beberapa titik, ada bau tanaman berbagai rupa, harum bunga kamboja atau kenanga dan itulah bau hutan. Subhanallah..
*Romantic mode off*

Yeah, perjalanan pulang sebenarnya di hati masih terasa tenang. Hanya perlu sedikit waspada terhadap jurang-jurang di kiri atau kanan, awas terhadap akar-akar tanaman atau lubang yang sering membuat tas dan jaket jatuh terjembab bersama yang punya :p. Pernah takut teek? Ya iyalah, itu hutan gitu loh. Saya mencegah mata ini untuk iseng tengok kanan atau kiri. Takut, takut jatuh :D. Pernah satu titik, takut kalau kita cuma muter-muter. Tapi, saya percaya ama Dodi, sang penunjuk jalan pulang. Rute itu seperti jalan main buat dia. Ada orang-orang berpengalamanlah bersama saya. Jadi tenang lagi. Sepanjang jalan berdoa, ya tentu.

Bagaimana dengan Samsam? Pada perjalanan pulang, satu jam pertama Samsam masih jalan. Selanjutnya Samsam masuk gendongan, dan akhirnya tertidur. Papanya dan Dom gantian menggendong. Satu jam terakhir perjalanan, Samsam kemudian bangun dan menangis. Agak reugreug juga, karena tracknya sudah mulai curam. Tapi Samsam emang anak jagoan, akhirnya dia tenang lagi. Bahkan setelah sampai di CIC ketemu mobil dan wc, Sam ceria lagi.

Perjalanan total pulang sekitar 4.5 jam. Tahu hambatan kami selama perjalanan? Bukan gelap, tapi motor trail dan ATV. Masya Allah, saya sih nggak ngerti kenapa mereka mencari kesenangan di jalan setapak untuk pejalan kaki?? BAYANGKAN jalan kecil di tengah hutan diterobos motor trail dan ATV. Sepanjang jalan terbentuk lubang bekas jejak ban. Karena di situ banyak sumber air, jadinya ledok bin berlumpur. Jejak ban si peng-off road itu menyusahkan kami berjalan karena jalan menjadi gak rata. Belum bau bensin yang tumpah dan suara bising. Speechless lah. Bukannya memelihara hutan, malah...


Ah sudah ceritanya. Alhamdulillah, walaupun cape tapi menyenangkan. Uluuu, ajak-ajak lagi ya. Kalau down hill pake sepeda aku mah gak bisa :D. Rafting mungkin ntar aku nyoba. Tapi, paling asik ya hiking lah.

Postingan di blog lain:
Ijus
Mahanagari 1
Mahanagari 2
Multiply tika (lebih banyak foto)

Comments

elle said…
Kaya'nya Samsam gedenya jadi PA sejati niy, dari kecil udah training gitu..

Asik liat bintang.. Mau dong..
di jakarta mah pekat gelap gulita ketutup polusi.
swestika said…
Yup, terakhir liat bintang kayak kmrn itu pas lagi FARDES 2002 di cianjur...
Itu lebih keren lagi karena lagi hujan meteor!!
Anonymous said…
subhanallah... gambar kedua terakhir cantik sekali gunung, danau ma orangnya. tampak serasi. keren-keren lah pemandangannya, masih alami.
swestika said…
Zakki... jd GR nih...huehehe...
*blushing blushing*

Itu gunung tangkuban perahu, biasanya kan kita liat dari arah selatan. Itu dari arah barat, masih mirip perahu.

Foto lain bisa liat di multiply akuh...

Selama jalan2, kata Subhanallah lah yang memang sering terucap..
(kecuali pas jalan malem, istighfar terus :D)
ai said…
Punten teh.. mw nanya kebetulan saya penasaran sama situ lembang dan belum pernah ke sana..

klo boleh minta info rute jelasnya...

terimakasih..

Popular Posts