Kalang Kabut

Tidak menyana akhirnya merasakan hal yang sama dengan berita di televisi.

Seminggu ini, di kantor temen-temen ribut karena di rumah masing-masing ibu-ibu kami sedang ribet.
"Nyari gas elpiji susah!" Keluh ibu-ibu.
"Gas susah, minyak tanah juga sama susahnya."

Sebagai anak, kekhawatiran kami cuma sekedar simpati. Entah kenapa, aku cukup yakin ibu dan bibi di rumah bakal menemukan jalan keluar mendapatkan BBM.
Contohnya, bibi ngantri minyak tanah jauh-jauh dari cikadut ke ujung berung berjam-jam. Bukan buat keluarga kami sih, tapi buat keluarga dia sendiri.
Geleng-geleng kepala juga, karena setiap hari di Cikutra ama di Pasar Suci juga ngeliat orang ngantri minyak tanah.
Jerigen2 minyak tanah ditaliin menunggu giliran, yang punya mengikuti jerigenya maju.

Mau konversi ke gas, gas tak tersedia.
Mau pake minyak tanah, subsidi dan barangnya menghilang.
Mau pake kayu bakar, nyari pohon di mana ya? Kalau di kebon dalem, Kutoarjo, simbah pake kayu2 dr pohon kelapa. Di Bandung???
Mau pake kompor listrik, kata Pak Presiden harus hemat penggunaan listrik.

Khawatir agak mereda, senyum kemudian menyungging penuh ketika melewati Gasibu dan melihat ke arah utara. Gunung Tangkuban Perahu terlihat jelas, tandanya langit sedang cerah. Kabut tidak menghalangi pandangan. Tidak ada Halang Kabut :p.
Dari ruangan kantor, bisa menangkap Gunung Burangrang dan Tangkuban Perahu yang ini.















Just morning pep talk..

Comments

Popular Posts