Bukan Putri atau Pangeran

Enggan, Kirana terlihat enggan membuka pagar rumah, menyentuh dinginnya besi berwarna biru. Perbedaan suhu sanggup menyakitinya. Dingin yang dia rasa dibandingkan dengan tubuh yang menghangat atau hati yang membara.

Kenapa membara?
Biasanya hati terbakar api cemburu??

Bukan cemburu, hanya kesakitan lebih dari biasa.

Organ yang
meradang.

Kirana melangkah ringan dan telah bersandar di sebuah kursi. Tangannya refleks meraih sebuah kartu teronggok di atas meja. Warna merah yang serasi dengan ruang ini. Dia memperhatikan warna untuk mengingkari ada sebuah nama terukir di sana.
Sebuah undangan darinya...
Inikah taqdir itu???

Kirana merebahkan diri, menutup kelopak mata dan berusaha mencapai keadaan rileks. Dia mencoba menyusun lintasan ingatan masa lalu, pelan-pelan.

* * *

Aku mengagumimu. Kau adalah sosok pangeran di dunia nyataku. Tidak, aku memang tidak ingin yang sempurna, tapi kaulah gambaran ideal pengisi ruang khayalku.
Kau, kau bisa berteriak lantang tentang kebenaran. Kau selalu punya alasan kuat kenapa kau berkata A, atau berbuat B, dan untuk berpikir C.
Aku tak pernah khawatir kau salah dan jatuh, karena jikapun begitu kau akan segera bangkit. Kau tak goyah, superior dan selalu berdasar.
Kau berkata dengan penuh semangat padaku tentang tujuan hidupmu, mimpi-mimpimu, apa yang akan kau lakukan. Dan bahwa semua yang kau lakukan hanyalah untuk ridha-Nya dan untuk perjuangan, aku ikut tergetar.
Tapi di balik kekerasan prinsipmu, kau begitu hangat. Kau setia mendengarkan setiap detail cerita panjang tentang kejadian sepele hidupku. Kau tak segan membahas kebiasaan konyol dirimu. Kau senang bercerita tentang keluarga besarmu, kemudian bermimpi tentang 11 anak kita kelak. Kemudian, kau tak segan memujiku dengan tulus.
Pada saat kita sama-sama tahu perasaan masing-masing, aku hanya bisa bilang itu taqdir. Naif, jika aku bilang itu kebetulan, karena aku menginginkannya.

Kenali perasaan itu
Saat percikannya membuat ceria, bergelora dan hidup
pipi yang merona,
detak jantung tak berirama,
dan menggeliat bahagia


***

Hanya sekian waktu aku dibuai dan diombang ambing oleh getaran bahagia semu. Semu, apalagi selain kata semu? Jika itu bukan dalam sebuah ikatan suci dunia akhirat. Semua mimpi terbayang dalam kisahnya terhenti oleh sebuah pesan.

Sebelum perasaan padamu hadir, saya telah merencanakan menggenapkan dien dengan seseorang. Insya Allah beberapa bulan mendatang bla bla bla...

Cukup, itu saja sudah cukup. Aku tak sanggup membaca kelanjutan ceritamu. Aku tak perduli bagaimana awal cerita, alasan dan rencana-rencanamu. Tentu saja aku perduli padanya, keluargamu, keluarga dia dan keluargaku.

Tapi, aku dan kau masih terus berbagi, seakan tak pernah terjadi apapun diantara kita. Hubungan kita seperti laut dalam. Laut dalam yang riaknya tenang di permukaan, tetapi arus air, tekanan tinggi, terbatasnya sinar di kedalaman. Complicated.

***

Satu hal yang aku tahu, aku dan kau mendengungkan doa yang senada,
"Wahai Kekasih hati yang sesungguhnya, pasrahkanlah hati kami untuk bisa menerima ketentuan-Mu."
Aku, aku pernah berteriak tertahan padamu. Apakah kau merasakan hal yang serupa denganku? Apa kau merasakan dualisme sebuah perasaan?

Jika sakit adalah bagian dari cinta, mungkinkah kuhentikan cintaku padamu?
Jika perih kurasa saat mengingatmu, haruskah kuhapus kau dari ingatanku?

Jika tangis berderai tatkala rindu mendera, apa aku tak boleh mengharapkanmu sama sekali??


(Diantara cinta dan kegalauan luar biasa,
Diantara euphoria asmara dan being different paranoid,
Diantara spirit perjuangan dan common passion,
kau masih bungkam)

Tidak.. aku tidak bertanya padamu (kau masih bungkam)

Aku minta jawaban pada-Nya

***

Kirana tetap memegang kartu undangan bernuansa merah itu. Kerutan di keningnya menunjukkan tanda dia sedang berpikir. Dia diam.

Tentang episode cinta singkat
helaian kertas bertuliskan untaian kalimat
tersimpan di kotak kayu berpahat
ada di lemari sebelah kanan ruang bersekat
tak lupa dengan pintu terkunci erat
anak kuncinya masih tersimpan
di sudut gelap sebuah tempat
detailnya masih kuingat

Jika pada saat ini menjalani kisah yang tak seindah Cinderella atau Putri salju , apa karena pangeran itu memang tak pernah ada dan cuma karena Kirana yang bukan seorang putri??

***

(Sebuah hutang cerita masa lalu dan terinspirasi dari sebuah percakapan dini hari)

Comments

sachroel said…
siiiip....
nice story....he..he...
Anonymous said…
tika...
bacanya kok sy jadi mau nangis ya?? persiiis bgt...

-yangpunyaceritasamadenganmu-
swestika said…
Mudah-mudahan diberi ending yang terbaik oleh Allah yang sesuai harapan kamu ya..

-yangendingnyamungkinseperticerita-
Anonymous said…
Susunan kata-katanya menarik sekali. mantap.

Popular Posts