THR Ir. H. Djuanda awalnya merupakan hutan lindung yang batas-batasnya ditetapkan pada tahun 1922. Diresmikan sebagai hutan rekreasi atau kebun raya pada tanggal 23 Agustus 1965.
Taman hutan raya ini seluas 590 ha terbentang di lembah sungai Cikapundung dari Pakar sampai Maribaya yang terletak di lembah perbukitan Dago utara. Obyek Wisata yang terdapat di THR Ir. H. Djuanda adalah koleksi vegetasi kira-kira (kira-kira 2500 pohon yang termasuk 40 familia dari 108 spesies), gua buatan bekas terowongan air untuk PLTA Bengkok yang kemudian digunakan sebagai pusat komunikasi radio tentara Belanda di awal invasi Jepang (1942); gua buatan tentara Jepang untuk tempat pertahanan terakhir dari invasi tentara sekutu dan Belanda (1944); Kolam pakar milik PLN untuk kebutuhan PLTA Bengkok; monumen berbentuk patung Ir. H. Djuanda sebatas dada berbahan perunggu untuk menghormati jasa dan kepahlawanan Ir. H. Djuanda.
(Dikutip dari Bandung, Kilas Peristiwa di Mata Filatelis, Sebuah Wisata Sejarah yang disusun oleh Sudarsono Katam Kartodiwirio, 2006)
Jika melihat ke peta di atas, ada dua pilihan tempat lain untuk berwisata dan dapat ditempuh dengan jalan kaki melalui track yang telah disediakan yaitu Curug Maribaya dan Curug Dago.
Harga tiket masuk objek wisata terhitung murah, *berusaha nginget-nginget soalnya dibayarin* Orang: Rp. 3000, motor: Rp. 5000, mobil Rp. 8000. (mudah-mudahan benar, setidaknya tidak jauh dari itu)
Gua Pakar seperti penjelasan di atas, sebenarnya bagian dari wilayah konservasi Bandung Utara. Hutan kelam dan suram itu mempunyai andil besar dalam penyediaan air tanah wilayah kota Bandung. Hutan yang harus mempertahankan diri dari serbuan pemukiman wilayah Bandung Utara dan Lembang. Tapi aneh, Gua Jepang menjadi kembali terkenal justru karena keangkerannya setelah ada acara mistis yang meliput uji nyali di situ beberapa tahun lalu. Padahal seharusnya THR Djuanda itu jadi wisata sejarah, wisata olahraga dan wisata biologi yang mengasyikkan. Sayang sekali kurang terawat.
Saya sendiri mungkin sudah tiga kali ke tempat ini, lupa pastinya. Sayup-sayup ingat mengunjungi Dago Pakar yaitu saat mendampingi anak-anak cabe rawit (usia TK-SD) dari tempat pengajian sekitar tahun 99/00, bersama teman kuliah sekitar tahun 01/02 dan terakhir 25 Desember 2007.
Bagaimana rasanya? Berwisata ke hutan dan gua kesannya gelap, suram dan dingin. Akhir tahun kemaren itu, saya datang memang tanpa rencana, hanya untuk mencari tempat botram (makan bersama). Saya jalan-jalan berkeliling, masuk gua Belanda tanpa senter dan menolak uji nyali ke gua Jepang. Beda sekali dibandingkan saat saya jadi kakak pembimbing cabe rawit, saya harus berani. Kami menjelajahi gua Jepang dan Belanda. Tapi, kemaren itu mood saya untuk berpetualang hilang. Bahkan ketika diajak jalan ke Maribaya. Waduh sepuluh kilo melewati hutan tanpa ada yang berpengalaman terlebih dahulu. Ogah dah.
Akhirnya setelah sekitar satu jam berjalan dan berfoto, nasi bakar Cimandiri yang nikmat itu disantap juga di atas meja berlumut. Sejuk banget di Dago Pakar. Secara keseluruhan, jalan-jalan memang selalu menyenangkan. Dapet foto, pengalaman, dan oksigen bebas polusi. Alhamdulillah..
Ps: Kamu.. makasih ya..
Comments