Episode duka
Tak kuizinkan hatiku hancur berkeping-keping
Cukup tergores saja
Enggan aku bercucuran air mata
Cukup beberapa tetes saja
Tak perlu kusesali hitungan tahun (satu, dua, tiga dan enam)
Cukup kuingat benang merah ceritanya saja
Aku belajar
Rasa sakit,
Saat kecewa,
Waktu usaha sekuat tenaga,
Rona bahagia (waloupun semu),
Sampai akhirnya
Titik berpasrah pada-Nya.
“Kita menjalani garis hidup masing-masing.” Lengannya kemudian menggambar banyak garis yang saling bersinggungan, berhimpit dan sejajar.
"Ini garis milikmu dan ini garisku." Dia menunjuk dua buah garis.
"Pada titik ini, sebut saja A, dan titik ini, kita sebut B, kita berhimpitan. Dan, setelah itu kedua garis ini berbeda arah dan besar sudutnya."
Di tengah suara televisi, dia berbicara santai. Sesekali diseruputnya susu coklat dan vanilla cookies buatanku.
"Kenapa garis hidup kita bukan yang ini?" Kutunjuk dua garis mirip huruf Y.
Sahut menyahut kami berdua berbicara.
" Tak perlu kau jawab. Kita berdua telah tahu jawabannya."
" Kita hanya elemen yang bergantung pada banyak elemen lain di dunia ini."
" Hanya persoalan waktu sampai akhirnya sampai di titik perpisahan, ya
" Kita telah berusaha untuk mengharmoniskan garis kita agar tetap berhimpit sampai titik B ini."
" Sampai pada titik keyakinan, tersadar kalau garisnya harus begitu, ditentukan-Nya sejak 50 ribu tahun sebelum dunia ini hadir.
Segelas susu coklat dan sekeler vanilla cookies itupun ludes.
Comments
memang tidak bisa dipungkiri... perasaan duka/kecewa itu selalu ada!!
pada intinya perasaan itu tidak bisa dobohongin, tapi tergantung bagaimana kita mengendalikannya.
tapi kalo vanila ejeung kue sakeler beak, eta mah lain duka...
bakating meureun... (stress).
heuereuy ketang ceu... saya ge ngalaman lalakon siga kitu mah!