Satu Dua Tiga Kebahagiaan



Kebahagiaanku yang satu pada hari itu.

Ruang tunggu di hari sabtu agak lengang. Aku mengira tak akan menunggu sebab aku datang dua jam dari jam buka. Tetap saja ternyata, Ibu dokter ditakdirkan menjadi sosok yang ditunggu. Itulah alasan kenapa disediakan kursi berjajar dan satu buah televisi 14 inchi. Kali itu, aku tak khawatir akan bosan menunggu karena telah kusiapkan pinsil, penghapus, dan lembaran Novel Twilight bab 18 hingga tamat. Aku langsung pasang badan membaca.

Sesekali kuamati sekeliling, ruang tunggu dokter penuh kesumringahan. Aku mengamati pasangan-pasangan muda yang sedang mesra-mesranya. Aku ingin turut merasakan kebahagiaan mereka, mungkin nanti. Aku melihat beberapa pasien yang datang sendirian dan menebak alasan mereka datang ke sini. Masih banyak alasan selain karena mereka sakit kok. Tak nampak raut kekhawatiran. Aku rasa akupun begitu.

Akhirnya, tiba juga urutan ke delapan. Namaku dipanggil. Aku memasuki ruang dokter. Tak lama, hanya sekitar 10 menit. Kunjungan dan konsultasiku dengan dokter berjalan lancar dan membuahkan kegembiraan. Setelah keluar ruang dokter, lega rasanya bisa satu frekuensi dengan kebahagiaan yang diumbar di ruang tunggu itu. Aku rasa pasien lain menangkap ekspresiku.

Aku tak henti mengulum senyum. Di awal hari itu aku tak punya rencana lain di pikiran selain membeberkan jawaban dari tanda tanya yang membuat dahi berkerut dan hati was-was berbulan-bulan. Ketika akhirnya berita baik itu datang, hal lain tak terbersit di pikiran. Aku cuma ingin berjalan pulang. Langkah kaki tak aku paksakan hendak mengambil jalan yang mana. Hati yang sumringah dan kesyukuran membawa diriku berjalan dari persimpangan jalan Merdeka hingga Gasibu, ya mungkin sekitar 2 km. Tanpa rasa lelah. Aku ingin merasakan mood baik berefek fantastis di benakku. Laksana menikmati makanan. Aku mengunyah, merasakan gurih, rangu, manis, asam, pedas, asin yang bercampur, kemudian membungkusnya dengan air liur sampai akhirnya menelannya.

Kebahagiaanku yang lain. Ketika sore hari, aku sampaikan berita baik itu pada Ibu. Manusia yang harus aku ucapkan syukur sebanyak-banyaknya dan sekuat kemampuanku. Aku ingin menghilangkan kegundahannya tentang diriku. Melihat beliau lega, melegakan dadaku juga.

Ah, kebahagiaan tidak cukup sampai di situ. Aku mendapat kejutan lagi. Di temaram malam dengan sedikit cahaya dari tetangga karena hanya rumahku sendiri yang berpartisipasi pada moment yang disebut Earth Hour, aku kembali mendengar suaranya. Setelah seminggu penuh kebimbangan karena tak ada cara untuk bisa tahu dia masih hidup atau tidak. Tak ada hp, fixed phone, surat, chatting, fesbuk, atau merpati pos. Pengakuannya bahwa aku datang pada kali yang tepat, saat dia sedang merasa sendiri, sungguh membuat hati kembali melambung. Haha, walaupun dengan tambahan bumbu pedas dan pahit diskusi tentang mode, taste, dan gaya, saya senang.

Alhamdulillah.


foto ngambil dari sini http:// mattlittle.wordpress.com

Comments

umi rina said…
Semoga bahagia selalu menjadi milikmu, karena bahagia hanya akan dapat dinikmati bagi hati yang mau bersyukur kepadaNya...:)

*hug*
ier said…
ngiring bingah, Tikaa.. :)
Anonymous said…
ngiring bingah :)...jadi kpn ath undangannya...wah,bakal byk yg patah hate neh he
swestika said…
@Kang Cep:
I'm wondering why the happiness should be related with that-called-wedding-invitation.

Senangnya pada ikutan senang walopun gak tau apa jelasnya kesenangan saya *wink*
unduk said…
kupersembahkan fabulous award untukmu sebagai tanda ikutan bahagia.
diambil ya awardnya
selamat bersenang-senang :)
Tita said…
Ikut bahagia ya Tik :)
rama said…
asyiiik lagi bahagia neh...berarti pas di jakarta di traktiiiirrrr,,,,hehehehe
yg kemaren lg diterapi sagala tea ya teek? sembuh yaaa???
kellyamareta said…
cihuy..., horeee ...
hari bahagia bow :)

btw, kenapa ya bahagia ?

Popular Posts