Enam Bulan Tinggal di Makassar



Ketika memulai tulisan ini, saya menyemangati diri sendiri. "Ayo menulis tika! Apapun itu." Yaw, supaya otak saya ini gak mandeg. Beberapa bulan ini saya menerawang, melamun, mengkhayal beberapa lama, tapi tak jadi-jadi sebuah cerita tuntas. Kenapa eh kenapa? Tak tahulah, mungkin karena akhir-akhir ini memang tak perlu otak saat bekerja. Sekarang, saat bekerja lebih dibutuhkan kemampuan membaca emosi, menebak keinginan orang, memuaskan orang lain, dan terampil bekerja sigap.

Okeh, mari kita mulai.
Enam bulan di Makassar, kalau ditanya saya betah atau tidak. Saya jawab ya (insya Allah, mudah-mudahan tetap demikian selama saya harus berada di kota ini). Bukan cuma karena ada suami tercinta yang bersamanya saya menghabiskan hari-hari lho. Saya merasa nyaman saja untuk melakukan kegiatan sehari-hari di sini.

Enam bulan di Makassar, saya seneng karena jaraaaaaaaang sekali terjebak macet. Jarak yang singkat dari rumah ke kantor plus jalanan yang gak terlalu padat membuat gak ada tuh istilah Tua di Jalan. Hanya sekitar 10-15 menit dari rumah ke kantor. Kalaupun ada kemacetan di Makassar, gak ada artinya dibandingkan ama kemacetan tiap pagi di Cicaheum, Cikutra, Pasar Suci waktu kerja di Bandung. Tapi karena hawa panas bawaannya bikin emosi, macet dikit aja wadeuuh orang-orang ngomelnya segunung.

Enam bulan di Makassar, saya udah jalan-jalan ke banyak tempat wisata. Ini dia:
1. Pantai Losari
2. Benteng Rotterdam
3. Pulau Samalona
4. Pulau Kodingareng
5. Air terjun Bantimurung
6. Pantai Akkarena

Jyaah, pengen juga cerita satu per satu, tapi malas.
Jalan-jalan ke mal sering, tapi ke Pasar Barunya Makassar yaitu Makassar Mall alias central saya belum pernah uy. Berhubung suami gak hobi jalan ke central. :P

Enam bulan di Makassar, saya belum bisa meniru logat orang sini. Masih ragu ngomong kita untuk anda, kodong, tawwa, tambahan aksen mi, di, jie, ki, ka. Ah, klo beli ini itu ato naek pete-pete (angkot) masih ketauan bukan orang asli sini.

Enam bulan di Makassar, panas siy tapi karena sering di dalam ruangan ber-AC, gak terlalu berasa. Lagian saya emang orangnya gak gampang mengeluh soal cuaca.. heu heu.

Enam bulan di Makassar, menikmati wisata kuliner terus menerus. Enak lho makanan dan kue-kue di sini. Cita rasanya khas. Kalau mau kembali ke selera asal as Sundanese bisa langsung cari karedok ato ke Solaria aja deh yang emang bumbu nasional. Kalau sempat, pengen nerusin artikel tertunda tentang makanan khas di Makassar sini. Yah, kapan-kapan aja deh.

Enam bulan di Makassar, dan gak tau untuk berapa lama lagi. Saya dan suami belum berencana transmigrasi ke Jawa. Tapi, who knows yaaa...

Comments

ier said…
kalo ada pilkada lagi di makassar, calonkan dirimu Teek.. hihi...
Adi Wijaya said…
salam bu...saya juga baru 4 bulan di makassar. kita tinggal di Daya.

Popular Posts