Pantai khayalan

(Foto diambil dengan izin dari Multiplynya Mas Bimbo Ratuk)

Di garis pantai itu, butiran pasir menyisip menisik di sela jemari kaki Sarah. Dia hanya ingin menyusuri hamparan pasir landai tanpa karang sepanjang 5 km. Jangan bayangkan keindahan pantai pasir putih seperti di Pangandaran. Di sini, pasir berwarna hitam. Tanda bahwa kandungan logamnya tinggi dan merupakan konduktor panas yang baik. Bahkan, sinar matahari ufuk barat yang menyorot tubuh Sarah bagian kanan, tak bisa membentuk siluet. Kalah hitam dengan pasir pantai.

Sarah bergerak tidak konstan. Kadang berlari menghindari riak ombak. Kadang berjinjit dan meloncat untuk menghindari menyingkir dari pecahan kaca, sampah, kerang atau bebatuan tajam. Hanya satu hal yang sama, dia selalu menunduk dalam perjalanannya.

"Jangan tanya keindahan pantai ini padaku. Sekali-sekali, aku ingin memfokuskan diri pada tapak langkahku." Jerit pikiran Sarah.

Sarah memang tak perduli pada ombak, angin laut, matahari yg beberapa penggalan lagi tenggelam, bunyi gemuruh, awan, langit dan ah.. sebuah pemandangan panorama yang hanya bisa dinikmati jika Sarah mendongakkan kepala.

Hampir tiga kilometer Sarah berjalan, sandalnya dipenuhi pasir. Dia putuskan untuk menjinjing sandalnya dengan tangan kiri. Walaupun akhirnya dia pikir, bodoh untuk memutuskan berjalan mengegah melangkah tanpa alas. Karena, setelah sekitar satu kilometer bergesekan dengan pasir, akhirnya telapak kaki Sarah tergores-gores. Pasir hitam dan kandungan garam air laut yang hipertonis merupakan kombinasi efektif untuk menimbulkan sakit. Panas dan perih..

Akhirnya, Sarah bergerak beringsut gontai kesakitan. Dia memutuskan untuk rehat terlebih dahulu.

"Seribu langkah lagi Sarah." Dia menyemangati diri sendiri.

Satu.. dua.. tiga..
Dia menghitung langkahnya sepanjang perjalanan.
Dan sampai ke hitungan 865 dia sampai juga ke tempat yang ditujunya.

Sebuah muara, pertemuan air asin dan air tawar. Sarah hanya ingin memandangi batas itu. Tidak ada wilayah abu-abu, sesudah batas itu tawar akan menjadi asin. Batas Sekat itu bisa terlihat bagai satu garis apakah karena perbedaan warna antara sungai dan laut? Jangan tanya kenapa atau apa yang terjadi pada saat pasang, air laut memang melewati batas itu dan tetap asin kah??
Sarah terduduk di hamparan pasir. Di muara banyak semak-semak atau pepohonan pantai yang tumbuh untuk dijadikan naungan. Sarah terpekur memandang batas itu. Jarinya menepis-nepis, membersihkan pasir yang menempel di kaki dan sandalnya. Dia meringis.

Sebenarnya, tak ada hubungan antara muara dan perasaannya. Dia cuma sedang ingin melarikan diri dari hidupnya yang bagai rangkaian seri. Jika satu elemen putus maka aliran listrik takkan menyambung ke elemen lain. Bagai sebuah reaksi kimia berkesinambungan, jika A menghasilkan B, kemudian B menghasilkan C, dan C menghasilkan D dan D akhirnya menghasilkan E. Dan Sarah tak berani menjadi A, tak ingin menjadi elemen awal.

Sarah kemudian menangis, memohon dan diam. Berpikir sekejap kenapa dia ada di tempat ini. Cukup layak untuk berjalan pedih tertatih tertunduk sekian jauh untuk mendongakkan melengakkan kepala di sejuknya muara sambil melihat sungai, batasnya dan riak laut beserta langit jingga dan waktu-waktu jelang matahari terbenam. Walaupun dia tidak siap menyambut malam.

(TS;05/04/08;11:02)

-------------------------------------------------------------------------------------

Ps: Akhirnya jadi juga beli Tesaurus Bahasa Indonesia yang disusun oleh Eko Endarmoko di Palasari ko bukan di Gramedia :D. Tuh, keliatan kan kata-kata yang diganti berkat bantuan Tesaurus itu.
Ndoro, makasih ya info lewat postingan dan emailnya..

Inspirasi pantai pasir hitam dari Pantai Ketawang, sisanya ngarang.
Hitung-hitung warming up untuk sederet artikel yg dengan penuh hasrat ingin dibuat.

Comments

Popular Posts